Senin, 17 September 2012

Jumat, 10 Agustus 2012

Simple but very expensive


Simple but very expensive yang dimaksud ini apa sih? Kalo dari arti yang sesungguhnya ini berarti hal yang kecil tetapi sangat berharga, nggak begitu menyamping dari arti judul diatas saya akan coba sekedar bercerita apa makna dari judul tersebut. Di jaman yang begitu modern ini saya melihat banyak sekali kenyataan yang kita bisa lihat bahwa banyak sekali kehidupan manusia (termasuk saya) yang mulai meninggalkan hal hal yang begitu sepele tetapi sangat berarti sekali jika kita benar benar memaknai, kita bisa ambil contoh kehidupan sehari hari, berapa banyak anak remaja yang ketika pamit pergi kepada orang tuanya dengan salim (cium tangan ) sebelum pergi? Mungkin hal itu terakhir terjadi saat kita masih SDataupun paling akhir SMP, terlihat simple tapi coba bayangkan jika orang tua kita meninggal, apa kita masih bias melakukan hal itu? Saat seperti itulah kita merasakan hal yang begitu simple menjadi sangatlah mahal harganya. 

Saya pernah membaca suatu cerita di blog teman saya ( Ewaldo APRA) dalam cerita itu dikatakan bahwa generasi sekarang adalah generani menunduk, kenapa demikian? Karena kita bisa lihat suatu contoh  ketika seseorang sedang menunggu bis apa yang dia lakukan?
 Seseorang akan menunduk sibuk dengan gedgetnya yang dia miliki tanpa bertegur sapa dan saling mengenal dengan penunggu bis lainya, coba anda bayangkan jika seuruh manusia sudah seperti itu,keadaan  keadaan inilah yang bisa kita lihat begitu simple, seseorang akan merasakan betapa mahalnya bertegur sapa dan saling mengenal dengan orang di sekitar ketika orang tersebut mengalami suatu kecelakaan atau kecopetan, ketika terjadi hal tersebut dan tidak ada orang membantu karena kesibukannya masing masing dengan gedgetnya sambil bekata dalam hati “untung bukan saya ” dan tidak ada niatan membantu karena merasa tidak kenal.

Sungguh ironis memang melihat keadaan keadaan yang seperti ini, seseorang mulai tidak menyadari betapa mahalnya hal hal yang terlihat begitu simple, mulailah kita menyadari bahwa hal yang terlihat simple begitu kita memaknainya akan menjadi sangat berharga, seperti kalanya kita melakukan perubahan, perubahan dilakukan bukan langsung ke hal hal yang besar tetapi melalui hal hal yang kecil lah baru bisa mencapai hal yang besar, seperti halnya kita ingin menjadi juara kelas hal besar yang kita lakukan itu dengan cara belajar keras tapi semua itu tidak mungkin terjadi jika kita lupa dengan hal kecilnya yaitu berdoa sebelum belajar untuk meminta berkat agar apa yang setiap kita pelajari bisa kita mengerti.

Itulah cerita yang bisa saya artikan dari kata simple but very expensive, hal kecil akan sangat memiliki nilai yang mahal jika kita menghargainya. Jadi saat ini marilah kita memulai untuk menghargai hal hal yang terlihat simple.

Selasa, 07 Agustus 2012

CARA MENCUCI JERSEY AGAR TIDAK CEPAT RUSAK

waktu lagi baca baca blog tetangga saya nemuin informasi tambahan nih yang bisa di 

baca,lumayan sih informasinya berkelanjutan sama post blog ini yang sebelumnya, kalau 

sebelumnya saya bicara soal memilih jersey kali ini saya punya tips merawat jersey dengan 

baik dan benar nih

silahkan di ikutin ya :

1. sebelum digunakan, setrika jersey secara terbalik, terutama pada bagian patch dan 

    sablonnya. gunakan selembar kertas atau kain agar setrika tidak menempel langsung     

     dengan jersey.


2. Taburkan deterjen pada... setengah ember ukuran sedang


3. Aduk air dalam ember tersebut sampai berbusa


4. Masukan jersey kedalam ember


5. Rendam selama -+ 2-3 menit (warning : jangan terlalu lama)


6. Jersey dicuci dengan cara diangkat dan dicelupin berulang2, jangan sampai dikucek!


7. Setelah itu masukan secara berulang2 sampai deterjen hilang


9. Angkat dan celupkan jersey ke dalam ember yang diisi air bersih


8. Jangan sekali-kali memeras dengan cara diplintir, cukup diangkat dan biarkan air turun 
     dengan sendirinya


10. Jemur jersey dengan menggunakan gantungan dan jangan sampai terkena sinar matahari                

      langsung.


dikutip dari :http://thefootballicious.com/merchandise/caramencuci

Perbedaan Jersey KW Grade ORI dan KW Grade AAA


Jersey KW Grade ORI ataupun Jersey KW Grade AAA adalah Jersey replika yang memiliki kualitas dan kemasan mirip dengan jersey ORIGINAL pada umumnya.
Jersey Grade ORI adalah buatan CHINA dan dipasaran Indoensia lebih dikenal dengan istilahJersey Grade ORI.  Sedangkan buatan THAILAND Grade AAA lebih dikenal dengan sebutan Jersey KW Thailand/Grade AAA.
Untuk lebih jelas dalam membandingkan kedua jersey replika tersebut akan kami dijelaskan sebagai berikut :
Kelebihan Grade ORI dibanding Grade AAA :
1. Jersey dibungkus dengan POLYBAG ( seperti pembungkus ORIGINAL ). Sedangkan KW Grade AAA menggunakan plastik bag biasa.
2. Detail tulisan / sablon terasa lebih timbul karena menggunakan plastisol. Sedangkan KW Grade AAA menggunakan polyflex.
3. Untuk Jersey NIKE benang AUTHENTIC lebih mengkilat dan ADIDAS ada barcode tag di leher. Sedangkan KW Grade AAA menggunakan benang silver biasa, dan untuk Adidas tidak ada barcode tag di leher.
4. Memiliki size L. Sedangkan Grade AAA tidak semua memiliki size L, biasanya hanya tim besar saja yang dibuat size L nya.
5. Pada beberapa Jersey Grade ORI, juga terdapat asesoris tambahan terpisah (co: kancing cadangan) seperti yang didapat ketika membeli Jersey Original.
Kekurangan Grade ORI dibanding Grade AAA :
1. Size jersey tidak akurat meskipun sama jenis dan merk.
2. Jersey Grade ORI kebanyakan menggunakan bahan lebih tipis dibanding Grade AAA.
3. Pilihan jerseynya idak selengkap Grade AAA yang bahkan menyediakan untuk klub kecil.
4. Tidak memiliki size LADIES.
5. Untuk jersey Liga Spanyol, patch LFP kecilnya tidak bisa dilepas, untuk kemudian diganti dengan patch lain.
6. Harga Jersey Grade ORI sedikit lebih mahal daripada Grade AAA.

Bila ditanya lebih bagus yang mana, jawabannya adalah RELATIF, karena tergantung selera pembeli. Kami tidak bisa mengatakan salah satu lebih baik dari yang lainnya.

Minggu, 05 Agustus 2012

Perjalanan Bersama SMA Santa Maria Monica




Awal mulanya saya tidak mengerti kenapa saya bisa masuk ke sekolah ini
yang saya ingat waktu itu tujuan utama saya setelah lulus SMP adalah SMAN 2 BEKASI, namun saya sadar akan sekolah tersebut yang susah sekali diterimanya. Dengan penuh rasa kesadaran saya pun memilih beberapa sekolah swasta untuk menjadi cadangan, dari beberapa cadangan yang ditawarkan orang tua saya muncul salah satu nama sekolah SMA Santa Maria Monica, yang saya sendiri pun sudah tahu sekolah ini. Setelah sekian lama saya diberi waktu untuk menentukan akhirnya saya memilih SMA Santa Maria Monica sebagai pilihan SMA yang saya daftar tanpa mengerti kenapa alasannya.
Awal mulanya saya merasa canggung masuk SMA ini karena tidak ada barengan SMP saya yang masuk di SMA ini. Tibalah waktu pengarahan MOS datang, saya datang sendirian memasuki sekolah itu, dengan penuh kebingungan saya berjalan mencari tempat duduk agar saya tidak terlihat sedang kebingungan. Keadaan pun tetap begitu selama MOS, sungguh ironis rasanya tidak punya teman dalam satu sekolah seperti ini, setelah seminggu berlalu mulailah saya mengenal satu sama lain, mulai mendapatkan teman yang cocok dan mulai tidak canggung melontarkan candaan, setelah beberapa bulan masa SMA saya pun sudah mulai mengenal teman yg lainya yg tidak sekelas dengan saya, berawal dari futsalan saya mulai dikenel dan mengenal.
Kelas 10 itu menurut saya masa adaptasi dimana kita harus menentukan arah kedepannya di sekolah ini, di kelas ini saya menemukan banyak sekali berbagai macam karakter, dan dikelas ini juga saya melihat diri saya “tidak ada apa apanya di sekolah ini”, kelas 10 pun berjalan cepat dan waktunya pemilihan jurusan, waktu disuruh pilih jurusan tentu saja saya memilih jurusan IPA karena gengsi masuk IPS, tetapi guru berkata lain bahwa saya lebih baik masuk IPS karena nilai fisika meragukan, dengan kenyataan itu akhirnya saya harus bangga bisa masuk IPS.
Dengan penuh bangga menjadi anak IPS saya memulai kelas 11 dengan bahagia, saya dimasukn di kelas 11 IPS 1 yang isinya benar benar orang “gila” di banding kelas lainya. Bisa di bilang kelas 11 ini masa masa emas saya waktu SMA, masa masa emas itu berawal dari saya terpilih menjadi salah satu siswa berprestasi di sekolah ini, saya mewakili pria dari jurusan IPS, dengan penuh rasa bingung pun saya menertawakan hal ini karena saya tidak mengerti kenapa saya terpilih dan foto saya terpampang di mading sekolah. Setelah terpilih menjadi salah satu siswa berprestasi disekolah ini tidak lama kemudian munculah hal yg membingungkan lainnya yaitu saya terpilih menjadi kandidat dari calon ketua OSIS, saya pun tidak mengerti atas dasar apa saya terpilih, awalnya saya menolak tapi keputusan pembina OSIS tidak dapat diubah, dengan penuh rasa tidak percaya diri saya pun mengikuti prosedur semua itu, mulai dari kampanye lewat mading kampanye ke kelas kelas sampai pada akhirnya saya terpilih menjadi wakil ketua OSIS yang saat itu jabatan itulah yang memang saya harapkan. Kelas 11 inilah yang merupakan penuh dengan cerita, cerita bersama temen sekelas, cerita bersama OSIS, cerita bersama tim futsal, cerita bersama guru guru, inilah yang saya katakan masa masa emas di sekolah ini, saya merasa kelas 11 ini penuh kebehagiaan, dan banyak pelajaran yang saya dapat.
Berakirlah masa masa kelas 11 itu dan saya mulai memasuki kelas 12 yang notabennya dikatakan masa masa serius, pada awal mula kelas 12 ternyata isi kelas saya tidak jauh beda dengan kelas 11 disana masih terisi orang orang “gila”. Baru masuk kelas ini saja saya sudah jadi “korban” karena saya terpilih menjadi ketua kelas. Di masa masa inilah saya sudah berniat untuk sekolah dengan serius agar bisa masuk di perguruan tinggi negeri, namun teori hanyalah teori, hari itu saya berkata begitu tapi esok harinya lupa akan teori itu, seperti biasnya seakan lupa akan menghadapi ujian nasional saya dan teman teman saya jarang sekali belajar serius dikelas, pulang sekolah pun tetap nongkrong dulu sana sini. Keadaan begitu berjalan sampai memasuki semester 2, bahkan pada saat adanya pendalaman materi atau sering disebut PM jarang sekali siswanya terutama yang pria mengikutinya, sampai guru guru selalu berkomentar soal itu, tanpa rasa bersalah keadaan pun tetap begitu sampai saatnya datang Ujian Nasional. Kami semua dengan komitmen untuk kerja sama dalam menghadapi UN ini dengan semboyan “masuk bersama keluar juga harus bersama”, UN pun kami jalani dengan lancar, dengan rasa optimis kami pun menatap kelulusan dan pada akhirnya kami semua lulus.
Berakhirlah masa masa di SMA bersama SMA Santa Maria Monica. Sebelum berlajutnya kami ke jenjang perkuliahan kami mengadakan acara Promnite
acaranya Cuma untuk syukuran atas lulusnya seluruh siswa dan pelepasan kami sebagai siswa SMA Santa Maria Monica, canda tawa terliha disana walaupun ada kesedihan juga untuk melepas sekolah ini, banyak kisah kami buat di sekolah ini, banyak cerita yang bakal dikenang. Terima kasih atas semua yang telah membuat saya menjadi seperti sekarang, guru guru, teman teman seperjuangan, adik kelas dan alumni bahakan karyawan karyawan sekolah, sekarang saya telah diberi kesempatan mmasuk perguruan tinggi nergi di semarang ( Undip ).
Terima kasih SMA Santa Maria Monica, cerita dan kisah disana akan selalu saya ingat

Foto Kelas (4).JPG   Foto Kelas (2).JPG   Foto Kelas (6).JPG


Rabu, 27 Juni 2012

Generasi Menunduk dan Mengeluh

Dunia digital yang hebat menghujani generasi sekarang. Kemampuan teknologi berkembang cepat dan (menurut saya) out of control. Ya, di luar dari kontrol manusia itu sendiri. Kita yang menciptakan, justru kita yang tak dapat mengkontrolnya.
Bayi pun lihat hp :p
Bayi pun lihat hp :p

Berkaitan dengan judul post ini, saya sedikit melihat realita yang ada di kehidupan sekarang. Coba tengok orang sekitar anda. Ketika anda menunggu bis di halte/jalan menuju kantor/kampus, orang sebelah anda sedang menunduk dan mengutak-atik gadget di tangannya. Ketika anda udah menaiki bis tersebut, orang yang duduk di sebelah kanan dan kiri anda pun melakukan hal yang sama. Begitu pula ketika sudah sampai tujuan di kantor/kampus, orang yang kita temui pun melakukan hal yang sama. Aneh? Ya, aneh tapi nyata. Itulah realita yang ada sekarang. Kita lebih memilih untuk menunduk dan mengutak-atik gadget yang kita pegang dibandingkan menyapa orang yang ada di sebelah kanan dan kiri kita. Kesempatan untuk menjalin tali silaturahmi hilang begitu saja…
Contoh lain. Di rumah, kita cenderung memilih duduk di depan komputer atau PS! Dibandingkan menyapa dan menengok tetangga yang rumahnya berada di sebelah rumah kita. Dan karena canggihnya teknologi, diciptakanlah alat berupa Tab, Ipad atau PSP, sehingga terbentuk juga “generasi menunduk”. Luar biasa bukan?
Selain terbentuk ‘generasi menunduk’, teryata tercipta pula ‘generasi mengeluh’! tengok saja recent updates di Blackberymu, TimeLine di Twittermu, atau Update Status di Facebook. Sebagian besar itu semua merupakan ucapan-ucapan keluhan. Mengapa bisa begitu? Tidak adakah tempat curhatan lain selain di dunia maya?
Keluhan pun berbagai macam bentuknya. Mulai dari kepenatan akan tugas di kampus, kebosanan dengan rutinitas kantor, rasa galau dan patah hati hingga rasa sakit yang sesungguhnya. Ironis? Ya, it is the reality.
Idealnya, sang pencipta adalah sosok yang dapat mengatur yang diciptakannya (seperti Tuhan pada manusia). Yang menjadi titik perhatian adalah manusia yang menciptakan alat-alat tersebut, tetapi kita tak dapat mengatur alat-alat tersebut. Justru kita yang ‘diatur’ oleh mereka.
Don’t make us depend on them! Let us control them for make our life easier…
Lantas, ini suatu hal positif atau negatif? Saya rasa anda pun dapat menyimpulkannya ;)

kutipan dari http://catatanrodes.wordpress.com